Sabtu, 23 Maret 2013

Sebingkis Kisah

"Iya nih baru pulang. Mau mandi. Sholat Isya. Minum susu trus istirahat. V tidur jam berapa?"

"Iya tuh. V jaga kesehatan. Jangan dzholim sama badan sendiri. Tidur lebih awal biar bangun lebih awal."

"Semangat itu dateng dari diri sendiri dong v. Kan k juga belum tentu ada terus buat v"

"Baru mau makan v. Tadi baru sempet buka air aja. "

Itu sepenggal sms darinya. Di tengah kesibukannya menjadi editor di salah satu penerbit, dia masih menjadi pendengar bagi keluhku.

Kami memang bukan saudara kandung. Tapi, menurutku dia lebih dari seorang kakak.

Selalu ada semangat sendiri ketika bersamanya atau berdiskusi dengannya. Sosok supel yang sangat kukagumi.

Aku mengenalnya ketika kami sama-sama berada di ponpes YAPINK. Meskipun dalam satu lingkup, kami jarang mengobrol. Kami lebih senang membicarakan banyak hal melalui surat. Meskipun hanya lewat selembar daun.

Pernah suatu hari, entah dirinya ingat atau tidak. Di lantai paling atas tempat jemuran berada. Lantai 4 yang beratap langit. Kami duduk bersebelahan. Bukan usai menjemur pakaian. Tapi sekadar muhadatsah, bercerita membicarakan rencana harian, dan masa depan yang penuh kebaikan.

Dia teladan. Bangun jam 4 pagi mengantri mandi, mencuci baju, jamaah shubuh, ngaji kitab pagi, sarapan dan siap berangkat sekolah lebih awal. Lagi, akulah yang terkadang mendapat imbas dari kebiasaan baiknya. Dapat mandi lebih awal tanpa harus mengantri. Atau mendapat shaff sholat terdepan walau datang belakangan :p

Terkadang ketika aku atau dirinya dijenguk oleh orang tua masing-masing. Sebingkis makanan mampir di atas lemari. Atau ketika salah satu dari kami sakit, sebuah doa dan salam darinya, yang disampaikan lewat teman, memiliki energi sendiri. Berlebihan mungkin, tapi itu yang kurasakan.

Kini meskipun kami sudah lulus, sudah bergelut dengan kesibukan masing-masing, "care"nya tak pernah hilang. Kami masih bertemu untuk nonton atau ifthor bareng. Dan selalu dia yang mentraktirku. Ah, aku jadi malu. Pokoknya suatu hari, dia harus rela kutraktir.

Dibalik celana jeans dan busana muslimahnya dia begitu luar biasa. Aku tak berhenti mengaguminya.

Sampai sekarang, sudah lebih dari 6 tahun lulus dia masih rajin puasa sunnah. Sholat malamnya terjaga. (Hmm istiqomah yang patut kutiru) Ini kuketahui melalui percakapan singkat dengannya. Dia bicara apa adanya tanpa terkesan pamer.

Suatu hari aku lihat skripsinya. Skripsi akhir study S1 Fakultas Ilmu Budaya UI. Tebalnya lebih dari 200 halaman. Entah apa yang dibahas, aku tak mengerti. Aku sempat mengantarnya ke Perpustakaan Nasional untuk mencari sebuah buku kuno yang lapuk. Yang dia ukur panjang, tebal, jenis kertasnya dll. Entahlah, mungkin kerjaan orang pintar seperti itu. Hehehe.
Dan saat ini dia melanjutkan study di Universitas yang sama dengan jurusan berbeda.

"V, di skripsi v ada nama k nggak? Tuh, di thanks to skripsi k ada nama v"

Aku nyengir, "Nggak ada k" aduuh dulu aku bikin skripsi ngikut yang sepuh, syukron wa taqdirnya g banyak-banyak. Kalau tau boleh banyak mah, udah aku tulis semua temen tuh. Termasuk nama k. Huhu...maaf ya k. Tapi suer deh, rasa terima kasih v nggak cukup kalau cuma ditulis. Soalnya terpatri di hati *cieee :p

Lanjut.

Dia. Disiplin, tegas, bijak, kutu buku, pendengar yang baik, supel and simpel. Dia penuh teladan. Aku nyaman bercerita apapun padanya.

Bahkan aku sempet ngomong sama dia.
"K, ada nggak sih laki-laki yang kayak kk"
"Kenapa V?"
"Enak kali ya, punya suami kayak k"
"Yee, ada-ada aja nih!" Dia nyengir.

Hanya sebingkis kisah. Masih banyak cerita bersamanya yang tak habis kutuliskan. Dia, inspirasiku.

Makasih ya k... Buat semuanya...
V nggak tau seperti apa v dalam pandangan k...
Tapi yang jelas...
K udah seperti kakak kandung v...

Terima kasih atas segala motivasi dan teladan...
And v cuma mau bilang..
V sayang kk :)

For my dear sista
Rindias Helena Martha
23 Maret 2013
Happy Bornday k...
Sebingkis doa,
Semoga...
Makin berkah usianya...
Segera dipertemukan dengan sang pangeran sholih, terbaik buat agama, dunia and akhirat k...
Sukses dunia akhirat...
Aamiin...

Oya moga lancar, cepet lulus and cumlaude S2 nya... Aamiin...
Waaah doain v biar nyusul ya kaaak ^^

One more thaaaaaankzzz alot udah jadi "kompor meledug" semangat v.
Jazaakillah khoirol jazaa-
Misyu :*

Taman Alamanda,
21:40 WIB
23 Maret 2013 M
Jumadil Ula 1434 H

Senin, 18 Maret 2013

Saat Mereka Menangis

Aku menangis lagi.
Tangisan yang sama oleh orang yang sama.

I know who i am...
Biar kuhabiskan malam ini semua.
Walaupun pada kenyataannya, ia selalu menciptakan airmata baru.

Air mata.
Tak hanya terjadi denganku tentunya. Jika aku bisa merasakannya sendiri, memendamnya sendiri, dan meyembunyikannya dari siapapun, (kecuali pada bantal dan keyboard yang selalu menjadi saksi bisu) tapi, tidak dengan anak-anak.

Tertawa, marah, menangis adalah hal yang lumrah bagi mereka. Mereka bebas meluapkannya di manapun, kapanpun dan dengan ekspresi apapun. Bebas. Tak ada takut, malu atau beban.

Seperti keluhan putraku pagi ini. Di tengah pelajaran, di saat mengerjakan tugas yang kuberikan, tiba-tiba Ridho terisak. Mengadukan sesuatu yang menyentuh hatinya, sehingga matanya turut mengeluarkan air mata.

Bagiku itu hal yang sepele, hanya karena diejek, disentil, atau pensilnya diambil. Tapi mungkin hatinya tersakiti. Sebagaimana aku yang selalu tersakiti karena hal-hal remeh.

Bedanya, tangisan mereka adalah murni lahir dari hati yang bersih, polos dan belum tersentuh polusi apapun. Sedangkan bagi si dewasa, menangis karena hal sepele adalah cengeng, tak mampu berhusnudzhon dan tak mampu mengendalikan hati.

Aku tersenyum melihat Ridho asik menangis. Dia membela diri dan menyalahkan temannya.Kudengarkan keluhannya. Suaranya bercampur dengan air mata. Kuabadikan moment itu dengan kamera hp. Iseng mungkin, tapi aku ingin dia mengoreksi dirinya sendiri ketika menangis.

Setelah kujepret, hasilnya kutunjukkan ke Ridho. Dia berhenti menangis. Malu melihat sekilas foto wajahnya. Namun sesaat kemudian dia melanjutkan tangisannya... Aku makin nggak kuat ingin tertawa. Tapi kutahan. Segera kupanggil yang bersangkutan. Menyuruh mereka saling bersalaman dan bermaafan.

Dan setelah itu, mereka kembali tertawa kemudian belajar dan bermain lagi.

Begitulah anak-anak. Tak ada dengki apalagi dendam. Mereka tulus memaafkan tanpa menengok ke belakang. Menangis hanya sebuah ekspresi nalurinya bahwa sesuatu yang ada dalam dirinya tersakiti... :)

Menangis dan air mata.
Menangislah jika ingin menangis...
luapkan semuanya...
Sebagaimana anak-anak yang tanpa segan mengeluarkan air matanya...
Namun setelah itu...
hilangkan semua duka.
Meskipun tak semudah mereka
melupakan semuanya...

Allah... Engkau tak pernah membiarkan aku sendirian, bukan?

Innamaa asykuu batstsii wa huznii ilallah... :')

Ini foto Ridho dengan sedikit editan.
Bersama mereka, mendungku sedikit cerah...

Gedung Ilmu 13:18 WIB
Senin, 18 Maret 2013 H
6 Jumadil Ula 1434 H

Rabu, 13 Maret 2013

Ngidam

Sore ini sepulang mengajar aku sempatkan sejenak ke rumah Nita.

Lebih dari 3 kali dia mengundangku bermain, namun baru kali ini sempat kupenuhi.

Tepat berada di rumahnya sebungkus rujak tersedia. Hihi aku nyengir. Nggak lain nggak bukan orang hamil sukanya rujak.

3 bulan usia kandungannya. perutnya pun sudah terlihat lebih besar. Aku hanya menemaninya mengobrol.

Mual, muntah, pusing, nggak doyan makan, dan sensitif aroma makanan adalah serentetan keluhannya padaku. Beberapa kali dia menutup hidung. Memanggil suaminya minta tolong ini itu dll. Aku hanya nyengir, ya mungkin begitu perjuangan awal seorang ibu.

Hmm... mikir juga, kalau sekarang kita sebagai anak nggak nurut sama ibu, nggak kebayang kalau nanti hamil susahnya kayak apa. Na'udzubillah. Makannya sebisa mungkin manut, kalau lagi sebel mending diem aja nggak usah ngelawan.

Sambil mengobrol, aku menjahit membuat bros lebah dari kain flanel. Nita menyetel murottal QS Al Muddatstsir, ia meletakkan ponselku  di perutnya. Hihi entah maksudnya apa, mungkin biar sang janin bisa mendengarkan lantunan syahdu ayat quran yang dibaca Ustadz Yusuf Mansur.

"Doain gue kek Pit"

"Doain apa?" aku mengernyit.

"Ya Lu kan punya doa-doa"

Haha ada-ada aja. Emang aku bisa apaan. Biar sang calon ibu yang berdoa buat calon bayi, InsyaAllah lebih maqbul ^^
"Hehe doa apaan. Emang gue punya? jangan, gue banyak dosa" Nadaku melemah. dalam hati kudoakan semoga lancar sampe proses melahirkan. Aamiin.

Tiba-tiba Nita ngomong,
"Awas awas" sambil lambai-lambai tangan, instruksi agar aku segera menyingkir.

Dia lari ke kamar mandi. kudengar suara muntah hebatnya.
"Huwek, huwek, huwwweeek.." menggerung dan keras.

Aku segera mengikutinya. Dia duduk terbungkuk mengeluarkan semua energinya. Suaminya mendampingi seraya menyiram bekas muntahannya.

Nita muntah lagi. Huft... nggak kebayang itu gimana rasanya. Pasti lemes banget. Aku hanya melihat mereka dari dapur.

Nita dipapah kembali ke tempat tidur.
"Ngapa Lu nyengir-nyengir?"

Hehe padahal aku lagi ngebayangin itu adalah nikmatnya perjuangan seorang ibu. Pasti lelah.. tapi kayaknya seneng banget ya jadi ibu ^^

Eeeh suaminya nyengir sambil nyeletuk,
"Biarin, nanti giliran dia yang kayak gini."

Wuaaaah aku spontan ngelus perutku,
"Waaah jangan ya Nak, jangan bikin Ibu susah" loh? langsung nyadar. Haha gue ngomong sama sapppaaaah??? XD

"Wa Washshoynal insaana bi waalidaihi. Hamalathu ummuhuu wahnan 'ala wahnin wa fishooluhuu fii 'aamaini anisy kurlii wa liwaalidayka. Ilayyal mashiir."

"Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam 2 tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu. Hanya kepadaKu lah kembalimu"

(QS. Luqman: 14)

Wahai Sang janin...
Semoga kelak... engkau akan menjadi putra/i sholih/ah kebanggaan ayah ibumu, kebanggaan agama, kebanggaan ummat...
Dunia akhirat...
Aamiin.. Ya Mujiibas Saailiin..

Jannaty, 18: 09 WIB
13 Maret 2013 M
Jumadil Ula1434 H

Minggu, 10 Maret 2013

Ummati... Ummati...

Ketika masyarakat Thaif menola.dan menghinakan Nabi Muhammad, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Muhammad menolak,
"Kalau tidak mereka, Aku berharap keturunan di sulbi mereka kelak akan menerima dakwah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukannya dengan apapun."

Mungkin dua kata kunci ini menjadi gambaran kebesaran jiwanya.

Pertama, Allah, sumber kekuatan yang Maha Dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya. Ini membuatnya amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, sahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta.

Kedua, ummati, hamparan akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan diukirnya.

Ya ummati... tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan sholawat?

Allah tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bersholawat atasnya (QS 33: 56), justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah tersebut,
"Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam."

Allahumma sholli wa sallim wa baarik 'alaih wa 'ala aalihi.

KH.RA fy WSM
sofhah tis'ah 'asyaroh

Allah Melihat Kita

Suatu malam menjelang fajar, dalam inspeksi rutinnya, khalifah ll Umar bin Khaththab mendengar dialog menarik antara seorang ibu dengan gadis kencurnya.

"Cepatlah bangun, perah susu kambing kita dan campurkan dengan air sebelum orang bangun dan melihat kerja kita"

"Bu, saya tak berani, ada yang selalu melihat gerak-gerik kita."

"Siapa sih sepagi ini mengintai kita?" sang ibu bertanya.

"Bu, Allah tak pernah lepas memperhatikan kita."

Khalifah segera kembali dengan satu tekad yang esok akan dilaksanakannya, melamar sang gadis untuk puteranya, 'Ashim bin Umar. Kelak dari pernikahan ini lahir seorang cucu: Umar bin Abdul Aziz, khalifah kelima.