Loh? Eits jangan
protes dulu. Cerita ini berawal dari secara nggak sengaja mataku bersitatap (jiahelah)
dengan para semut nan rupawan. Berjejer berbaris rapi laksana tentara dengan
panglima menawan. Teringat lebaran empat hari lalu. Saling bersalaman
bermaafan, menggugurkan dosa yang berkerak karena setahun merapat. Ya, setahun.
Semut juga
manusia. Lihat saja perilakunya. Bahkan sangat pantas dikatakan manusia yang
sangat beradab. Aku melihatnya tersenyum geli, membayangkan mereka sedang
terseyum saling sapa. Tak pandang bulu, kenal atau tidak tak ada yang lewat
untuk bersalaman. Dengan rapi Cipika cipiki (hihi) Aih.. ramahnya. Rasanya tak
ada mampir sejenak utuk bergosip ria. Atau berhenti lama untuk membicarakan aib
tetangga. Subhanallah..indah banget ya kehidupan mereka?
Lebih pantas
disebut manusia kan? Tanpa menunggu setahun hanya sekadar untuk bersalaman,
saling sapa, senyum dan meminta maaf. Tepat sekali seperti teladan manusia
paling mulia. Aku jadi malu sendiri. Teringat beberapa orang yang belum sempat
bersitatap hanya untuk berjabat. Berkaca diri yang enggan memberikan seulas
senyum terhangat.
Hey, lihat
sungut-sungut mereka yang saling bersentuhan! Mungkin itu “radar prajurit
semut” untuk peringatan. Atau pemberitahuan undangan walimahan. Hihi lucunya.
Aku jadi geli sendiri meraba-raba kemampuanku berbahasa hewan. Bergaya bak Nabi
Sulaiman. Aih, mana bisa! Aneh hehe.
Jadi inget cerita
ketika Nabi Sulaiman dan tentaranya lewat di sarang semut. Para semut dan
kawan-kawannya berteriak “Hai teman2 cepat bersembunyi! Nabi Sulaiman dan bala
tentaranya akan lewat! Nanti kita bisa-bisa terijak-injak oleh mereka”
mendengar itu nabi Sulaiman tersenyum (ngebayangin, alangkah gantengnya Nabi
rupawan yang baik hati itu tersenyum, hihi) beliau tersenyum dan menghindari
pasukan semut. Subhanallah, pernah nggak ya kita berpikir untuk berhati-hati
ketika berjalan. Jangan sampai membunuh semut dan binatang kecil lainnya (yang
gede juga otomatis dunk) walaupun tanpa kesengajaan.
Eh udah, mau
cerita lagi ni. Aku sengaja iseng menjatuhkan potongan kue. Ingin mengetahui apa
yang hendak mereka lakukan. Bisa ketebak donk pasti mereka bakal ngambil tuh
kue. Sayang, ada rezeqi kok ditolak hehe, iya kan? Yang membuat aku berpikiran
dia lebih oke dibanding manusia, ckckckck gotong royongnya itu loh,
subhanallah. Potongan kue sedikit diangkut rame-rame. Nggak berebutan,
dorong-dorongan dll deh kayak kelakuan kita yang takut kagak kebagian. Potongan
segede gaban juga masih aja gotog royong. Mungkin “radar parajurit
semutnya” dipake kali ya, biar mereka dateng buat ngeboyong tuh kue. Hm... subhanallah.
Eh ada lagi nih
yang kataku sih lucu. Ini pengalamanku ketika kecil dulu. Aku sempat
bercita-cita menjadi dokter hewan. Soalnya dulu punya pengalaman berkesan sama
sang pangeran semut. Waktu itu di meja banyak banget semut kan. Aku iseng deh
tuh semut kumandiin. Ceburin ke air (kasian ya? hiks maklum anak kecil. Maafin
aku ya muut) aku handukin pake kain. Aku kira mati kan tuh semut soalnya nggak
bergerak-gerak walupun udah di hairdryer (abis di creambath soalnya :P) eh tau
gak? Setelah aku biarin tuh semut yang kukira mati, agak lama dia bergerak trus
kabur. Aku girang! Ternyata aku berhasil jadi dokter hewan. Pokoknya aku
bertekad akan menyelamatkan hewan yang terluka! Yang berpenyakitan. Hiaaaat
zik! Hebat kan aku? (Ais! Dasar anak kecil!) Eh ngomong-ngomong tuh semut
pinter juga ya? pake pura-pura mati abis itu kabur. Hihi, Gimana coba? Manusia
juga kan?
Walaupun dia
nggak berakal. Tapi adabnya jauh lebih baik dibanding manusia. Subhanallah
banget ya. Allah memberi pelajaran melalui apapun.
“Innaa fii
dzaalika la aayatil liqawmiy yatafakkaruun”
sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda(kebesaran Allah)
Darimanapun kita
bisa ambil pelajaran, dimanapun kapanpun and kepada siapapun hikmah itu bisa
kok dipetik ketika kita mau berfikir.
And then,
tongakkan wajah, tarik bibir.. smile ^_^. Yuk, kita ambil pelajaran dari semut!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar